Rabu, 18 September 2013

Sejarah Desa Selacai

Asal mulanya Desa Selacai sekarang terdiri dari Desa Selacai dan Desa Cikembang. Setelah desa itu disatukan namanya diganti Desa Ciheras, tapi setelah beberapa waktu lamanya kepada desa yang disatukan itu ditetapkan nama Desa Selacai.
Nama Selacai diberikan oleh almarhum  Bupati Ciamis R.A. Kusumadinata III, yang popular disebut “ Kanjeng Perbu “ ( dimakamkan di Jambansari, Selagangga Ciamis)
Menurut keterangan nama selacai itu didasarkan pada adat istiadat  atau budi pekerti rakyat desa itu, yang senantiasa patuh pada perintah-perintah atasan serta hidup rukun dan damai. Pekerti seperti itu  dinamakan “ sa-ileu-cai “ atau “ sa-elo-cai “
            Pencipta nama itu, untuk meletakan arti lunaknya, tidak mempergunakan kata “kapas” atau yang lain-lain. Akan tetapi beliau menggunakan kata “cai” atau “air”, yang didalam kelunakannya mengandung dinamika dan kedahsyatan. Kita ingat pada bidal yang berbunyi “ Air yang lunak dapat membelah batu “
            Disebut didalam buku peninggalan yang turun temurun di Desa Selacai, nama Jangraga Sutajaya. Diterangkan, bahwa  beliau pendatang yang pertama-tama di daerah Selacai yang pada waktu itu keadaannya masih hutan belantara.
Dengan penuh keuletan dan keberaniannya beliau membuat rumah, ladang dan sawah yang pertama di daerah itu.
            Budi pekerti beliau, keterampilan dan kepandaian didalam banyak segi, mempunyai daya tarik yang kuat kepada penghuni-penghuni di daerah sekitarnya seperti Buniseuri, Kawali dan lain-lain, sehingga dalam waktu beberapa tahun saja, kampong kecil yang dihuni beberapa orang saja, berubah menjadi dusun yang besar menurut ukuran masa itu.
            Jasa Jangraga Sutajaya kepada penduduk, bukan hanya bimbingan dalam bidang pertanian dengan cara gotong royong, yang lebih utama adalah bimbingan moral,  keberanian dan kehidupan masyarakat  yang damai dan sejahtera.
            Ucapan dan tingkah laku beliau yang mengandung keluhuran budi, membuat setiap orang menaruh hormat kepadanya dan Jangraga Sutajaya dianggap sebagai orang keramat.
            Dikisahkan, bahwa beliau seringkali dipanggil oleh Sultan Cirebon untuk bermain anggar berkuda yang lazim disebut “ Senenan” , dimana Jangraga selalu menjadi bintang lapangan. Bentuk badannya yang tegap, raut mukanya yang tampan, mengakibatkan seorang diantara puteri-putri Kesultanan Cirebon terkena panah asmaranya.
            Setelah acara serenan berakhir , maka tanpa diketahui oleh pihak Kesultanan, putrid itu mengikuti Jangraga Sutajaya.
            Harta dan wanita  seringkali menjadi pangkat sengketa. Demikian juga Jangraga Sutajaya dituduh oleh pihak Kesultanan Cirebon telah mencuri puteri itu dan pengepungan terhadap beliaupun dilakukan.
            Kemulyaan hati dan tanggung jawab terhadap pengikutnya, ternyata pada waktu beliau dikepung di pinggir Kali Cisanggarung, beliau tidak lebih dulu menyeberang sungai, sebelum semua pengikutnya menyeberang dengan selamat. Dengan ketangkasan yang tak tertandingi, Jangraga Sutajaya memaksa prajurit-prajurit Cirebon kembali ke pangkalannya dengan membawa laporan kekalahan mereka.
            Dengan utuh dan selamat rombongan Jangraga Sutajaya tiba di Selacai. Sudah tentu puteri dari Kesultanan Cirebon ikut bersamanya.
            Benar sekali, pada saat kemenangan masih perlu dipelihara kewaspadaan.
            Belum Jangraga Sutajaya melepaskan lelahnya, apalagi berikrar akan sehidup semati dengan putri jelita itu, orang sudah melaporkan, bahwa di sekita Kampung Gagakngampar serombongan prajurit Cirebon dengan bersenjata lengkap telah berkumpul mengatur penyerangan.
            Jangraga Sutajaya menyadari, kalau tidak segera mengatur strategi berarti membiarkan kehancuran bagi dirinya dan pengikutnya. Maka dengan tenang beliau mengatur siasat perang gerilya berdasar areal yang telah beliau kuasai sepenuhnya. Sebab, kekuatan musuh yang lebih besar itu tidak mungkin dilawan dengan perang biasa.
            Dari tempat kediamannya beliau mendaki bukit ( sekarang disebut Kampung Nangoh) untuk mengintai musuh, kemudian diturunkannya perintah, supaya memasang bendera berjajar, di sebuah tempat yaqng sekarang bernama Awingajajar,
            Bendera-bendera itu menandakan Jangraga Sutajaya tidak kenal menyerah, tapi bersedia menghadang penyerang sampai titik darah penghabisan.
            Dari Bukit Nangoh Jangraga Sutajaya turun ke Lembah Raja Paniis, kemudian pergi suatu tempat ( yang sekarang disebut Panimbang) untuk mengatur siasat penyerangan. Setelah itu,  beliau memimpin pasukannya menyeberang Sungai Cimuntur dan bermalam di Kampung Cipondok.
            Pihak musuh perhatiannya tertuju pada bendera-bendera yang berjajar di Awingajajar dan sama sekali tidak memperhitungkan, bahwa Jangraga Sutajaya mahir siasat perang gerilya.
            Setelah diperhitungkan soal  medan dan cuaca, maka pasukan Jangraga Sutajaya melancarkan serangan terhadap prajurit Cirebon melalui Kampung Pangjebulan, Tanpa kesulitan, kelompok kecil Jangraga Sutajaya membuat prajurit-prajurit Cirebon bergelimpangan di medan pertempuran Gagakngampar.
            Itulah ulasan singkat tentang tokoh Selacai yang dengan ketulusan hatinya rela berjuang untuk kepentingan rakyatnya.
            Nyata benar, bahwa Jangraga Sutajaya pandai mengisi namanya yang berarti Putera Nan Jaya itu, dengan karyanya yang nyata.
            Menurut catatan, beliau berputera Jangbaya Nagara alias Jangraga Anom.
Jangraga Anom
berputera
Tumenggung Jaya
Tumenggung Jaya
berputera
Raden Jayasakti
Raden Jayasakti
berputera
Raden Demang Panggal
Raden Demang Panggal
berputera
Ngabeui Hurip
Ngabeui Hurip
berputera
Ngabeui Kirinting
Ngabeui Kirinting
berputera
Kiyai Banjaran alias Tumenggung Kidul

            Tumenggung Kidul terus berketurunan sampai Buyut Amjah dan selanjutnya sampai Kepala Desa Selacai, Bapak Subandi.
Tahun berapa masa hidupnya dan dari mana asalnya Jangraga Sutajaya itu, belumlah diketahui dengan pasti. Tapi untuk bahan permulaan penelusuran sejarah, berikut catatan dibawah ini :
a.      Yang namanya berawalan Jang atau Ujang, menurut sejarah, biasanya berasal dari Galuh, seperti :
1) Jangpati alias Jangbaya, Bupati Galuh yang wafat tahun 1707 putera Santowan Kolelet (tahun 1652)
2) Ujang Purba alias Dipati Imbanagara (tahun 1625)
b.      Tahun 1589 Cirebon lepas dari Mataram dan menguasai wilayah Kawali, Rancah dan Panjalu.
c.      Tahun 1500 Islam mulai masuk Daerah Galuh.
Akhirnya, kepada Jangraga Sutajayalah rakyat Desa Selacai berhutang budi atas rintisannya dalam membuat sumber-sumber kebahagiaan lahir dan bathin.
Terima kasih rakyat Desa Selacaiitu, bukan hanya berupa ucapan saja, tapi dibuktikan dengan karya-karya nyata seperti berikut ini :
1. Ikut serta berjuang merebut kemerdekaan
2. Mengisi kemerdekaan yang telah dicapai dengan kegiatan pembangunan, baik fisik maupun mental, memelihara tradisi gotong royong.
3. Memelihara perdamaian dan ketertiban.
  4. Taat kepada petugas-petugas Negara yang membawa amanat pemerintah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar