Asal mulanya Desa Selacai sekarang terdiri dari
Desa Selacai dan Desa Cikembang. Setelah desa itu disatukan namanya diganti
Desa Ciheras, tapi setelah beberapa waktu lamanya kepada desa yang disatukan
itu ditetapkan nama Desa Selacai.
Nama Selacai diberikan oleh almarhum Bupati Ciamis R.A. Kusumadinata III, yang
popular disebut “ Kanjeng Perbu “ ( dimakamkan di Jambansari, Selagangga
Ciamis)
Menurut keterangan nama selacai itu didasarkan pada adat istiadat atau budi pekerti rakyat desa itu, yang
senantiasa patuh pada perintah-perintah atasan serta hidup rukun dan damai.
Pekerti seperti itu dinamakan “
sa-ileu-cai “ atau “ sa-elo-cai “
Pencipta nama itu,
untuk meletakan arti lunaknya, tidak mempergunakan kata “kapas” atau yang lain-lain.
Akan tetapi beliau menggunakan kata “cai” atau “air”, yang didalam kelunakannya
mengandung dinamika dan kedahsyatan. Kita ingat pada bidal yang berbunyi “ Air
yang lunak dapat membelah batu “
Disebut
didalam buku peninggalan yang turun temurun di Desa Selacai, nama Jangraga
Sutajaya. Diterangkan, bahwa beliau
pendatang yang pertama-tama di daerah Selacai yang pada waktu itu keadaannya
masih hutan belantara.
Dengan penuh keuletan dan keberaniannya beliau membuat rumah, ladang dan
sawah yang pertama di daerah itu.
Budi pekerti beliau,
keterampilan dan kepandaian didalam banyak segi, mempunyai daya tarik yang kuat
kepada penghuni-penghuni di daerah sekitarnya seperti Buniseuri, Kawali dan
lain-lain, sehingga dalam waktu beberapa tahun saja, kampong kecil yang dihuni
beberapa orang saja, berubah menjadi dusun yang besar menurut ukuran masa itu.
Jasa Jangraga Sutajaya
kepada penduduk, bukan hanya bimbingan dalam bidang pertanian dengan cara
gotong royong, yang lebih utama adalah bimbingan moral, keberanian dan kehidupan masyarakat yang damai dan sejahtera.
Ucapan dan tingkah laku
beliau yang mengandung keluhuran budi, membuat setiap orang menaruh hormat
kepadanya dan Jangraga Sutajaya dianggap sebagai orang keramat.
Dikisahkan, bahwa
beliau seringkali dipanggil oleh Sultan Cirebon untuk bermain anggar berkuda
yang lazim disebut “ Senenan” ,
dimana Jangraga selalu menjadi bintang lapangan. Bentuk badannya yang tegap,
raut mukanya yang tampan, mengakibatkan seorang diantara puteri-putri
Kesultanan Cirebon terkena panah asmaranya.
Setelah acara serenan
berakhir , maka tanpa diketahui oleh pihak Kesultanan, putrid itu mengikuti
Jangraga Sutajaya.
Harta dan wanita seringkali menjadi pangkat sengketa. Demikian
juga Jangraga Sutajaya dituduh oleh pihak Kesultanan Cirebon telah mencuri
puteri itu dan pengepungan terhadap beliaupun dilakukan.
Kemulyaan hati dan
tanggung jawab terhadap pengikutnya, ternyata pada waktu beliau dikepung di
pinggir Kali Cisanggarung, beliau tidak lebih dulu menyeberang sungai, sebelum
semua pengikutnya menyeberang dengan selamat. Dengan ketangkasan yang tak
tertandingi, Jangraga Sutajaya memaksa prajurit-prajurit Cirebon kembali ke
pangkalannya dengan membawa laporan kekalahan mereka.
Dengan utuh dan selamat
rombongan Jangraga Sutajaya tiba di Selacai. Sudah tentu puteri dari Kesultanan
Cirebon ikut bersamanya.
Benar sekali, pada saat
kemenangan masih perlu dipelihara kewaspadaan.
Belum Jangraga Sutajaya
melepaskan lelahnya, apalagi berikrar akan sehidup semati dengan putri jelita
itu, orang sudah melaporkan, bahwa di sekita Kampung Gagakngampar serombongan
prajurit Cirebon dengan bersenjata lengkap telah berkumpul mengatur
penyerangan.
Jangraga Sutajaya
menyadari, kalau tidak segera mengatur strategi berarti membiarkan kehancuran
bagi dirinya dan pengikutnya. Maka dengan tenang beliau mengatur siasat perang
gerilya berdasar areal yang telah beliau kuasai sepenuhnya. Sebab, kekuatan
musuh yang lebih besar itu tidak mungkin dilawan dengan perang biasa.
Dari tempat kediamannya
beliau mendaki bukit ( sekarang disebut Kampung Nangoh) untuk mengintai musuh,
kemudian diturunkannya perintah, supaya memasang bendera berjajar, di sebuah
tempat yaqng sekarang bernama Awingajajar,
Bendera-bendera itu
menandakan Jangraga Sutajaya tidak kenal menyerah, tapi bersedia menghadang
penyerang sampai titik darah penghabisan.
Dari Bukit Nangoh Jangraga
Sutajaya turun ke Lembah Raja Paniis, kemudian pergi suatu tempat ( yang
sekarang disebut Panimbang) untuk mengatur siasat penyerangan. Setelah
itu, beliau memimpin pasukannya
menyeberang Sungai Cimuntur dan bermalam di Kampung Cipondok.
Pihak musuh
perhatiannya tertuju pada bendera-bendera yang berjajar di Awingajajar dan sama
sekali tidak memperhitungkan, bahwa Jangraga Sutajaya mahir siasat perang
gerilya.
Setelah diperhitungkan
soal medan dan cuaca, maka pasukan Jangraga
Sutajaya melancarkan serangan terhadap prajurit Cirebon melalui Kampung
Pangjebulan, Tanpa kesulitan, kelompok kecil Jangraga Sutajaya membuat
prajurit-prajurit Cirebon bergelimpangan di medan pertempuran Gagakngampar.
Itulah ulasan singkat
tentang tokoh Selacai yang dengan ketulusan hatinya rela berjuang untuk
kepentingan rakyatnya.
Nyata benar, bahwa Jangraga
Sutajaya pandai mengisi namanya yang berarti Putera Nan Jaya itu, dengan
karyanya yang nyata.
Menurut catatan, beliau
berputera Jangbaya Nagara alias Jangraga Anom.
Jangraga Anom
|
berputera
|
Tumenggung Jaya
|
Tumenggung Jaya
|
berputera
|
Raden Jayasakti
|
Raden Jayasakti
|
berputera
|
Raden Demang Panggal
|
Raden Demang Panggal
|
berputera
|
Ngabeui Hurip
|
Ngabeui Hurip
|
berputera
|
Ngabeui Kirinting
|
Ngabeui Kirinting
|
berputera
|
Kiyai Banjaran alias Tumenggung Kidul
|
Tumenggung Kidul terus
berketurunan sampai Buyut Amjah dan selanjutnya sampai Kepala Desa Selacai,
Bapak Subandi.
Tahun berapa masa hidupnya dan dari mana asalnya Jangraga Sutajaya itu,
belumlah diketahui dengan pasti. Tapi untuk bahan permulaan penelusuran
sejarah, berikut catatan dibawah ini :
a. Yang namanya berawalan Jang atau Ujang, menurut
sejarah, biasanya berasal dari Galuh, seperti :
1) Jangpati
alias Jangbaya, Bupati Galuh yang wafat tahun 1707 putera Santowan Kolelet
(tahun 1652)
2) Ujang Purba
alias Dipati Imbanagara (tahun 1625)
b. Tahun 1589 Cirebon lepas dari Mataram dan menguasai
wilayah Kawali, Rancah dan Panjalu.
c. Tahun 1500 Islam mulai masuk Daerah Galuh.
Akhirnya, kepada Jangraga Sutajayalah rakyat Desa
Selacai berhutang budi atas rintisannya dalam membuat sumber-sumber kebahagiaan
lahir dan bathin.
Terima kasih rakyat Desa Selacaiitu, bukan hanya
berupa ucapan saja, tapi dibuktikan dengan karya-karya nyata seperti berikut
ini :
1. Ikut serta
berjuang merebut kemerdekaan
2. Mengisi
kemerdekaan yang telah dicapai dengan kegiatan pembangunan, baik fisik maupun
mental, memelihara tradisi gotong royong.
3. Memelihara
perdamaian dan ketertiban.
4. Taat kepada petugas-petugas Negara yang membawa amanat pemerintah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar